Sunday, May 20, 2007

Tempat Moksa Putri Raja Terakhir Majapahit – Dibentuk Mirip Makam Demi Penyelamatan

Gempuran laskar Kesultanan Demak setelah berhasil menjatuhkan imperium Majapahit di tanah Jawa dilanjutkan dengan langkah penghancuran semua simbol yang berbau Hindu. Demi penyelamatan dari gempuran Kesultanan Demak ini, beberapa simbol atau tempat yang dipergunakan sebagai pemujaan umat Hindu, struktur bangunannya dibuat menyerupai makam. Salah satunya yang kini masih tersisa adalah situs Umbul Kendat yang merupakan tempat pemujaan berupa petilasan yang dibuat menyerupai makam.

Nama Kendat sendiri dalam bahasa Jawa berarti bunuh diri. Ini dikaitkan dengan tekad salah satu putri raja terakhir Majapahit yakni Kerthabumi atau Brawijaya V (1435-1478) dalam mempertahankan keyakinan/ kepercayaan sehubungan dengan telah runtuhnya Kerajaan Majapahit oleh Kerajaan Demak pimpinan Raden Patah yang mewajibkan seluruh lapisan masyarakat mengikuti kepercayaan baru.

Nama putri tersebut adalah Dyah Ayu Retna Kedaton yang merupakan putri ke-42 Kerthabumi. Beliau lari dari Kerajaan Majapahit di Trowulan, Mojokerto ke Pengging, Boyolali Jawa Tengah dimana kakak iparnya yang menjadi Adipati Pengging untuk meminta perlindungan. Namun setelah tahu kakak iparnya yang bernama Adipati Sri Makurung Prabu Hadiningrat melakukan moksa bersama istri, seorang anak serta seluruh abdi sekaligus keraton/kerajaannya, sang putrinya dengan kesaktiannya melaksanakan hal yang sama. Ketika itu usia sang putri diperkirakan masih remaja yakni berusia sekitar 13-18 tahun.

Tempat moksa sang putri kemudian ditandai oleh para abdi yang mengikutinya dengan sebuah batu hitam. Batu hitam ini kemudian dibuat dalam bentuk menyerupai makam dengan maksud menghindari kemungkinan di rusak oleh laskar Demak yang terus memburu pemeluk Hindu yang menolak beralih kepercayaan serta menghancurkan semua yang berbau Hindu.

Kalau berbentuk makam, penghancuran akan bisa dihindari karena laskar Demak menganggap itu bukanlah hal yang berbau Hindu. Batu hitam yang dibuat seperti makam inilah yang saat ini menjadi petilasan dan dipergunakan tempat melakukan persembahyangan.

Mata Air

Ketika Dyah Ayu Retna Kedaton melakukan moksa, hal ini diikuti dengan kemunculan mata air (umbul) yang oleh masyarakat kemudian dikenal dengan Umbul Kendat. Umbul Kendat terdiri atas dua bagian yaitu Umbul Keroncong karena bunyi airnya bila didengarkan dengan seksama mirip irama keroncong. Bagian lainnya, disebut dengan Umbul Dandang/ Panguripan yang dipercaya berkhasiat membuat panjang umur, awet muda, murah sandang pangan, cepat naik pangkat, menyembuhkan penyakit, membuang kesialan dan lain-lainnya.

Semula umat Hindu tidak ada yang mengetahui keberadaan situs tersebut. Kemudian RMT Andi Mulyono Kusumonegoro yang merupakan wareng (keturunan V) Sultan Pakubuwono IX (Raja Surakarta tahun 1861-1893) memelopori memakai umbul tersebut untuk Yoga Thirta sekaligus melukat agar permohonannya bisa dikabulkan Hyang Widhi.

Sekarang meskipun masih belum banyak umat Hindu yang melaksanakan tritayatra ke Umbul Kendat, tetapi telah cukup sering diadakan upacara Dewa Yadnya. Sedangkan masyarakat setempat melaksanakan pada hari-hari tertentu, biasanya hari Kamis Paing yang sering juga disebut dengan ritual “paing-an”.

Umbul Kendat, Situs Hindu di Boyolali yang Terlupakan

Sejarah menunjukkan bahwa tanah Jawa merupakan pusat perkembangan agama Hindu Nusantara di masa lalu. Kejayaan Imperium Majapahit dan Kerajaan Mataram Hindu Kuno, dipastikan memiliki bentangan wilayah kekuasaan di seluruh tanah Jawa dari ujung Barat sampai Timur. Karena itulah tidak bisa dipungkiri, bahwa sesungguhnya di tanah Jawa terdapat banyak sekali situs milik umat Hindu yang keberadaannya saat ini masih terkubur baik oleh bencana alam atau memang sengaja dihancurkan dan disembunyikan. Salah satunya adalah situs Umbut Kendat yang ada di daerah Pengging, Boyolali, Jawa Tengah.

Umbul Kendat tepatnya terletak di Desa Plumputan Kecamatan Pengging Kabupaten Boyolali dan merupakan petilasan dimana Dyah Ayu Retna Kedaton, salah seorang putri dari Kerthabumi atau Brawijaya V (Raja terakhir Majapahit) melakukan moksa.

Umbul Kendat terdiri atas dua bagian utama. Yang pertama berupa petilasan yang strukturnya berbentuk makam dan satunya lagi berupa pemandian dengan dua sumber mata air.

Menurut RMT Andi Mulyono Kusumonugroho, umat Hindu yang memulai melaksanakan ritual menurut cara Hindu di Umbul Kendat, situs peninggalan Hindu ini belum banyak diketahui masyarakat khususnya umat Hindu. Bahkan sebelum dirinya mulai melakukan ritual Hindu masyarakat setempat yang sebagian besar memeluk Islam menggunakan situs ini untuk melakukan tradisi dengan warna Islami seperti pembacaan ayat-ayat Alquran.

“Dulu sebelum saya memulai menyelenggarakan ritual secara Hindu, masyarakat disini sering melakukan tirakatan atau melek-an,” kata Andi yang merupakan wareng (keturunan V) Sunan Pakubuwono IX (Raja Surakarta tahun 1861-1893). Meski demikian masyarakat setempat sesungguhnya mengetahui bahwa situs tersebut merupakan peninggalan pemeluk Hindu.

Hal ini dilakukan masyarakat setempat karena mereka meyakini bahwa tempat tersebut memiliki aura magis yang sangat tinggi. Di samping untuk memohon penyembuhan dari berbagai penyakit, Umbut Kendat juga sering menjadi tempat memohon berkah dan keselamatan. Hal ini dibuktikan langsung oleh Andi yang sering memberikan pertolongan kepada sesama yang memohon kesembuhan atas penyakit yang dideritanya.

Banyak orang yang sudah berhasil disembuhkan setelah memohon di Umbul Kendat. Demikian juga dengan mereka yang ingin mendapatkan keselamatan banyak yang mengunjungi Umbul Kendat. Andi menceritakan, pernah satu kompi pasukan dari TNI melakukan Yoga Tirtha (berdoa sambil berendam) di Umbul Kendat sebelum mereka ditugaskan ke Aceh.

“Mereka memohon agar diberikan keselamatan waktu dan di saat menjalankan tugas di Aceh,” kata Andi bercerita.

Biasanya mereka yang melakukan persembahyangan di tempat ini terlebih dahulu melakukan pelukatan dengan Yoga Thirta. Dalam proses ini, umat melafalkan gayatri mantram sambil menyampaikan permohonan. Kesejukan air di Umbul Kendat ini akan membuat badan dan pikiran menjadi segar. Setelah melakukan Yoga Thirta, umat mengganti pakaian untuk selanjutnya melakukan persembahyangan di dalam petilasan.

Gigih

Diselenggarakannya ritual menurut Hindu di Umbul Kendat ini, kata Andi, sampai saat ini tidak mengalami kendala dari masyarakat. Secara perlahan masyarakat setempat mulai bisa menerima bahwa yang dipuja di tempat tersebut memang kekuatan dari zaman Hindu. Kedatangan beberapa umat Hindu ke Umbul Kendat ini juga sudah dianggap sebagai hal yang biasa.

Andi yang merupakan pegawai negeri sipil di pemerintah Provinsi Jawa Tengah ini bisa dikatakan cukup gigih untuk terus memperkenalkan keberadaan Umbul Kendat ini. ”Saya sering mengajak umat Hindu baik yang datang dari Bali maupun Jakarta untuk melakukan persembahyangan di Umbul Kendat,” katanya.

Hal ini dilakukannya agar umat Hindu di berbagai daerah mengetahui bahwa Umbul Kendat merupakan salah satu tempat pemujaan milik umat Hindu. Misi ini, menurut Andi, juga tidak lepas dari keinginannya agar umat Hindu tidak kehilangan jejak para leluhurnya di Tanah Jawa.

Disamping itu, misi penyelamatan situs Hindu dari klaim pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan merugikan perkembangan Hindu di Jawa. Dengan dikenalnya Umbul Kendat, Andi yang beristrikan gadis dari Gianyar, Bali ini berharap muncul kepedulian untuk menjaga dan melakukan perawatan secara fisik.

Terlebih lagi dalam konteks menjaga kesuciannya. Sebelum dibangun cungkup atau bangunan permanen untuk petilasan seperti yang bisa dilihat saat ini, masyarakat yang mengunjungi Umbul Kendat sering bersikap seenaknya. ”Mereka makan dan minum atau ganti baju basah setelah berendam di dekat petilasan,” kata Andi. Ini jelas membuat kesucian menjadi berkurang.

Selanjutnya, Andi berniat memasukkan nilai-nilai Hindu dalam ritual ”paing-an” yang biasanya digelar setiap Kamis Paing oleh masyarakat setempat.

Misteri Ibu Kota Majapahit Terpecahkan

Perkumpulan Peduli Majapahit berhasil membuat peta ibu kota Kerajaan Majapahit. Ibu Kota terbesar dalam sejarah Nusantara ini berada di Kabupaten Mojokerto dan Jombang Jawa Timur. Dengan keberhasilan menyusun peta Ibu Kota Majapahit ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia, khususnya Hindu.

Anam Anis, Ketua Perkumpulan Peduli Majapahit Gotra Wilwatikta, mengatakan keberhasilan menyusun peta Ibu Kota Majapahit ini akan menjawab pertanyaan generasi yang jauh dari Kerajaan Majapahit tentang kepastian lokasinya. ”Selama ini orang hanya mengenal lewat buku sejarah bahwa bekas ibu kota Kerajaan Majapahit berada di Trowulan, itu saja,” katanya belum lama ini.

Berdasarkan peta yang dibuat oleh Perkumpulan Peduli Majapahit, ibu kota Kerajaan Majapahit meliputi Kecamatan Sooko, Trowulan dan Jatirejo di Kabupaten Mojokerto dan Kecamatan Mojoagung serta Sumobito di Kabupaten Jombang.

Kawasan ini berada pada luas 10x10 kilometer persegi. ”Namun ada versi lain yang menyebutkan 9x11 kilometer persegi. Kami akan pastikan soal luas ibu kota ini untuk memudahkan pengembangan,” kata Anam.

Perkumpulan Peduli Majapahit juga berhasil membuat ilustrasi pusat kota ibu kota Majapahit oleh Henry MacLaine Pont (1924), seorang Insinyur Belanda yang sangat berminat pada situs Trowulan dan kemudian mendirikan Musium Purbakala Trowulan. Pembuatan peta ibu kota Kerajaan Majapahit ini juga melibatkan ahli arkeologi dari Balai Arkeologi Yogyakarta Nurhadi Rangkuti. Situs bekas ibu kota Kerajaan Majapahit ini akan dikembangkan menjadi kawasan Cagar Budaya Nasional, Pusat Wisata Budaya, Pusat Studi Sejarah, Kepurbakalaan dan Kebudayaan.

Majapahit adalah kerajaan besar Nusantara yang berdiri pada abad XIII hingga tahun 1328. Majapahit mengalami kejayaan pada masa Raja Hayam Wuruk yang memiliki Perdana Menteri Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapa-nya.